SIFAT PUASA NABI ﷺ BAG.8 (KAFARAT DAN QODHO PUASA)
Tak terasa serial artikel Sifat Puasa Nabi yang kita bahas telah sampai pada Sifat Puasa Nabi ﷺ Bag.8. Bahasan kali ini akan membicarakan perkara-perkara bagi orang jika tidak berpuasa. Namun sebelum itu penting juga dibahas sebuah tarhib atau ancaman yang telah dijelaskan Al-Qur’an dan Sunnah diperuntukkan kepada orang-orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja dan secara sadar.
Nabi ﷺ menjelaskan akibat dan hukuman bagi orang-orang yang tidak berpuasa, bagi mereka yang berbuka sebelum tiba waktu berbuka puasa.
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلاَنِ ، فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ ، فَأَتَيَا بِي جَبَلاً وَعْرًا ، فَقَالاَ : اصْعَدْ ، فَقُلْتُ : إِنِّي لاَ أُطِيقُهُ ، فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ ، فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ ، قُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ ؟ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِي ، فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٍ أَشْدَاقُهُمْ ، تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا ، قَالَ : قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang kedua lenganku, membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata, “Naik”. Aku katakan, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, ‘Kami akan memudahkanmu’. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya, ‘Suara apakah ini?’. Mereka berkata, ‘Ini adalah teriakan penghuni neraka’. Kemudian keduanya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka. (Shohih Ibnu Khuzaimah)
Allah telah mewajibkan puasa kepada umat ini, siapa saja meninggalkannya maka baginya hukuman di dunia maupun di akhirat. Di dunia digolongan orang-orang kafir, di akhirat, lihatlah kembali dalam hadits, gambaran siksanya sangat pedih, siapa yang sanggup menanggung derita digantung dengan kaki di atas, mulut dirobek-robek hingga bercucuran darah, dikarenakan meninggalkan puasa Ramadhan yang merupakan bagian dari rukun Islam. Na’udzubillah min dzalik
KAFARAT
Di artikel sifat puasa bagian ke 6 telah disebutkan hadits laki-laki yang mendatangi Nabi ﷺ dan mengabarkan masalahnya setelah menjima’ istri pada siang hari bulan Ramadhan, maka Nabi ﷺ menyebutkan urutan kafarat atau tenda yang harus dilaksanakan, mulai dari memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, bersedekah kepada enam puluh orang miskin.
Hadits ini jadi dalil kafarat puasa bulan Ramadhan bagi siapa saja wajib puasa tetapi melanggar syariat atau aturan yang telah Allah tentukan, yakni berjima’ di siang hari sehingga membatalkan puasanya. Sekaligus dari hadits ini juga didapati keterangan gugurnya kafarat bagi orang yang tidak mampu, dan itu dikuatkan firman Allah ta’ala,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuannya. (QS.al-Baqoroh: 286)
Jadi saat laki-laki yang datang kepada Nabi ﷺ ditanya ketiga urutan kafarat dan tidak satu pun yang sanggup ia laksanakan, Nabi ﷺ tertawa sampai gigi taringnya terlihat lalu memerintahkannya kembali ke keluarganya dan bersedekah dengan kurma yang nabi berikan. Ini menunjukkan gugurnya kewajiban kafarat atas orang yang tidak mampu.
Dan dari hadits ini juga diketahui kafarat itu dibebankan hanya kepada kaum laki-laki tidak kepada kaum wanita.
Menjadi Orangtua Asuh Mereka, Para Santri Yatim Penghafal Qur’an; Yuk Bantu!
QODHO
Puasa qodho adalah puasa yang dilaksanakan untuk membayar utang puasa bagi yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Meski mengqodho puasa tidak wajib segera dilakukan dan tidak wajib dilakukan secara berturut-turut, puasa qodho termasuk perintah yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala QS. al-Baqoroh: 184.
Abu Salamah pernah mendengar Aisyah berkata,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku masih memiliki hutang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodhonya kecuali di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhori Muslim)
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya mengundurkan qodho Ramadhan baik mengundurkannya karena ada udzur atau pun tidak.” (Kitab Fathul Bari)
Allah berfirman,
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS.al-Baqoroh: 184)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ بَأْسَ أَنْ يُفَرَّقَ
Ibnu Abbas berkata, tidak mengapa dipisah-pisah (tidak berturut-turut). (Kitab Permulaan Wahyu Jami’ ash-Shohih Imam Bukhori)
Kemudian para ulama sepakat bahwa orang yang telah wafat punya utang puasa Ramadhan, maka walinya apalagi orang lain tidak wajib dan tidak bisa mengqodho puasanya. Namun jika ia punya utang nadzar puasa, maka walinya bisa dan wajib membayarnya.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma berkata, “Datang seorang laki-laki kepada Nabi ﷺ lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meningal dunia dan dia mempunyai kewajiban (utang) puasa nadzar, apakah aku boleh menunaikannya?” Beliau ﷺ berkata, “Ya”, Beliau melanjutkan, “Utang kepada Allah lebih berhaq untuk dibayar.” (HR. Bukhori)